Matematika sekolah itu bagian dari Matematika yang dipilih antara lain dengan berorientasi pada kependidikan. Dengan demikian dalam pembelajaran Matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif siswa, mengkonkritkan objek Matematika yang abstrak menjadi mudah dipahami siswa. Hal ini disebabkan anak seusia Sekolah Dasar masih dalam pola berpikir kongkrit, yaitu berpikir yang didasari oleh manipulasi fisik dari objek-objek atau benda-benda konkrit (Piaget dalam Surya, 2007:1.36).
Dalam hubungannya dengan
pembelajaran Matematika, teori Piaget mengacu kepada kegiatan pembelajaran yang
harus melibatkan partisipasi peserta didik. Sehingga menurut teori ini
pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus
dikonstruksi dan direkonstruksi peserta didik. Sebagai realisasi teori ini,
maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif.
Setiap konsep Matematika dapat
dipahami dengan mudah apabila kendala utama yang menyebabkan anak sulit
memahami dapat dikurangi. Anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasarkan pengalaman
konkrit, sehingga mengajarkan Matematika dapat dilakukan menggunakan
objek-objek konkrit dan permainan-permainan Matematika (Diemas dalam
Ruseffendi, 1988:11).
Menurut Teori Vygotsky (Muhsetyo,
1982:16) yang berusaha mengembangkan model kontruktivistik belajar mandiri Piaget
menjadi belajar kelompok, melalui teori ini peserta didik dapat memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai
fasilitator. Kegiatan itu dapat berupa diskusi kelompok kecil, mengerjakan
tugas kelompok dalam waktu yang sama dan untuk soal yang sama, tugas bersama
membuat laporan kegiatan atau mengomunikasikan pendapat atau presentasi tentang
sesuatu yang terkait dengan Matematika. Dengan kegiatan yang beragam, peserrta
didik akan membangun pengetahuannya sendiri melalui membaca, diskusi, tanya
jawab, kerja kelompok, pengamatan, pencatatan, pengerjaan dan presentasi.
Teori Jerome Bruner (Muhsetyo,
1982:16) berkaitan dengan perkembangan mental, yaitu kemampuan mental anak
berkembang secara bertahap melalui dari sederhana ke yang rumit, yang nyata
(konkrit) ke yang abstrak. Urutan tersebut dapat membantu peserta didik untuk
mengikuti pelajaran dengan lebih mudah. Urutan bahan yang dirancang sesuai
dengan umur / usia anak. Lebih jelas Bruner menyebut 3 tingkatan yang perlu
diperhatikan dalam mengakomodasi keadaan peserta didik, yaitu : 1) enactive (manipulasi
objek langsung), 2) symbolic (manipulasi simbol), 3) iconic (manipulasi
objek tidak langsung). Contoh : bagi anak kelas V tentu mereka dalam situasi
enactive, artinya Matematika lebih banyak diajarkan secara manipulasi objek
langsung dengan memanfaatkan permainan anak berupa dakon, kerikil, manik,
kotak, mistar dll, dan dihindari penggunaan symbol-simbol, huruf dan
lambang-lambang operasi yang berlebihan.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran Matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta
didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep Matematika. Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi seperti Komputer, alat peraga, atau media lainnya
(Depdiknas, 2008:134).
0 Comments